Selangkah Lagi Menuju Raja Ampat

Raja Ampat? Siapa yang tidak ingin berkunjung ke sini? Hamparan lautan yang khas dengan gradasi biru toska. Menyaksikan bagian dari segitiga karang dunia, kebanggaan Indonesia. Apalagi gratis!

Raja Ampat adalah salah satu destinasi impian sejak saya mengenal keelokannya pada tahun 2014 silam. Awalnya, mimpi ini hampir saja terwujud pada tahun 2016. Itu adalah kali pertama saya berkunjung ke Papua. Sayangnya, takdir tidak berpihak. Saya justru mendapat tempat penelitian di Fakfak, kabupaten lain yang masih masuk dalam wilayah administratif provinsi Papua Barat. Sebenarnya, Fakfak tidak kalah cantik dengan Raja Ampat. Tidak ada sudut yang mengecewakan. Hanya saja, ketika saya mendapatkan email bahwa saya lolos pada tahap kedua program #TiketKemanapun, saya ingin kembali mencoba peruntungan. Siapa tahu, kali ini takdir berpihak. Tidak ada salahnya mencoba bukan?

Berada di jalur migrasi satwa laut dari seluruh dunia, menjadikan Raja Ampat memiliki kekayaan bawah laut yang susah digambarkan dengan kata-kata. Sayangnya, Wayag dan Pianemo masih menjadi highlight utama. Padahal, menurut salah seorang kawan yang sudah tinggal di Raja Ampat selama belasan tahun, kedua ikon tersebut hanyalah bagian dari kulit luar. Saya pun berpikir keras mendengar pernyataan tersebut. Bagaimana mungkin dua tempat yang begitu mempesona itu hanya menjadi bagian luar saja? Lalu dimana bagian intinya? Jawabannya ada di Misool. Dari situ akhirnya saya bertekad. Jika mendapat kesempatan ke Raja Ampat, saya akan memilih untuk menjelajahi Misool.

Bentang alam Kepulauan Raja Ampat (doc : The Serenity of Papua)

Akses menuju Raja Ampat ada dua, yaitu menggunakan kapal laut dan pesawat. Saya memilih opsi kedua. Mengingat menggunakan kapal laut akan memakan waktu lama. Sedangkan perjalanan ini diagendakan selama 5 hari 4 malam. Salah satu keuntungan berada di era digital, menjadi solo traveler tidak lagi menjadi masalah. Pesan tiket pesawat pun menjadi lebih mudah. Cukup buka aplikasi tiket.com lalu memilih penerbangan yang diinginkan. Dalam hitungan menit, saya sudah mendapatkan tiket pesawat PP Surabaya-Sorong dengan harga yang cocok bagi traveler. Enaknya lagi, harga yang tertera sudah termasuk pajak bandara. Jadi, saya tidak perlu repot memikirkan biaya tambahan.

Gerbang utama Raja Ampat berada di Sorong. Jadi, mau pakai pesawat atau kapal laut, tetap harus singgah di sini terlebih dahulu sebelum menuju ke destinasi tujuan. Saya sengaja memilih penerbangan pertama dari Bandara Internasional Juanda. Agar sesampainya di sana bisa langsung berburu speedboat!

Berbeda dengan Waisai atau Waigeo, akses menuju Misool cukup terbatas. Untuk menuju ke sana ada tiga opsi. Pertama, kapal feri yang beroperasi dua kali dalam seminggu. Kedua, kapal cepat yang beroperasi seminggu tiga kali dan yang terakhir menggunakan speedboat. Setelah saya coba cocokkan jadwal kapal, ternyata tidak ada yang sesuai dengan agenda trip (jika memang sesuai dengan tanggal yang dijadwalkan pada tanggal 5-9 April 2018). Itulah kenapa akhirnya saya memilih opsi terakhir. Sebenarnya, biaya yang harus dirogoh untuk menggunakan opsi ketiga cukup dalam. Namun, saya sudah mempersiapkan cara agar mendapatkan harga yang tidak terlalu mencekik.

Berdasarkan pengalaman ketika berkunjung ke Papua sebelumnya, selalu ada warga setempat yang pergi ke kota terdekat untuk membeli kebutuhan pokok pada hari-hari tertentu. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian menggunakan speedboat pribadi. Nantinya, saya akan minta tolong kawan-kawan yang ada di Sorong untuk mencarikan info terkait kapal tersebut. Istilahnya, saya mau menumpang kapal warga dengan memberikan nominal tertentu sebagai iuran BBM. Tentunya ini akan menjadi salah satu pengalaman seru karena bisa menikmati perjalanan sambil berbincang dengan warga lokal.


Kampung Harapan Jaya (doc : Kurnia/Detik Travel)
Selama di Misool, saya akan menginap di rumah salah satu warga di Kampung Harapan Jaya yang biasa digunakan untuk homestay. Sebagai tambahan, di Misool masih jarang homestay. Sebenarnya ada homestay Harfat Jaya dan yang paling terkenal adalah Misool Eco Resort, tapi saya coret dari daftar karena harganya selangit. Lagipula akan lebih baik jika saya menghabiskan waktu bersama warga agar dapat memahami kehidupan masyarakat Misool lebih dekat. Orang Papua mempunyai sifat kekeluargaan yang sangat kental. Mereka tidak akan mematok harga tertentu apalagi saya sendirian. Oleh karena itu, saya akan memilih untuk membelikan beberapa kebutuhan pokok yang nantinya dapat disantap bersama sebagai ganti sewa kamar.

Rencananya, saya akan menghabiskan tiga malam di Misool. Hari pertama akan saya gunakan untuk keliling kampung sebagai awal perkenalan dengan warga. Selain itu, saya juga ingin mengamati aktivitas warga. Menurut info dari salah seorang kawan, warga setempat sedang dalam tahap mengembangkan potensi olahan laut dan berbagai macam olahan sagu. Yang ingin saya coba adalah mie sagu! Selama ini yang sudah saya coba hanya sebatas papeda dan sagu batangan yang harus dicelupkan ke minuman. Tentunya, ini akan menjadi cerita eksklusif, karena belum banyak orang yang menuliskan tentang hal ini.

ilustrasi danau ubur-ubur Lenmakana (doc : marischka)
Dua hari selanjutnya, akan saya habiskan untuk keliling Misool! Dimulai dari berenang bersama ubur-ubur di Lenmakana. Yakin mau berenang bersama ubur-ubur? Sangat yakin! Karena ini adalah salah satu impian saya begitu mengetahui ada ubur-ubur ramah manusia di Kakaban. Beruntungnya, di Misool juga ada tempat seperti ini! Pulau-pulau di Misool juga sangat layak untuk dikunjungi. Seperti Banos, Panun, Gamfi, Balbulol dan masih banyak lagi. Di Misool juga terdapat tebing-tebing dengan corak telapak tangan. Warga setempat mempercayai bahwa ini mengandung nilai yang sakral. Saya pun pernah menemukan tempat serupa ketika mengunjungi Kepulauan Ugar di Fakfak. Berangkat dari pengalaman tersebut, saya ingin melakukan eksplorasi, apa lukisan telapak tangan tersebut memiliki kesamaan atau sejarah yang berkaitan. Banyak sekali ya tempat yang ingin saya kunjungi. Biarlah nanti kawan saya yang menunjukkan surga di Misool ini. Oh iya, untuk transportasi yang digunakan, nantinya akan menggunakan long boat warga dengan cukup mengganti BBM saja. Untuk makan, nanti membawa bekal dari rumah saja. Berpetualang sambil piknik. Asik bukan?

Pergi ke Raja Ampat tanpa menyaksikan secara langsung keindahan bawah laut, tentu tidak lengkap. Saya ingin menjajal snorkeling di Walep. Konon, ini adalah salah satu spot diving terbaik di Raja Ampat. Tapi karena saya tidak bisa menyelam dan belum memiliki lisensi, cukuplah dengan snorkeling saja. Spot ini dilatarbelakangi dengan dengan gugusan pegunungan karst. Sangat instagramable! Apalagi saya juga sangat suka fotografi. Tidak hanya wisata bawah laut, Misool juga menyuguhkan pemandangan dari atas bukit yang tidak kalah cantik dengan Wayag dan Piaynemo. Kali ini, saya akan mencoba menjajal jalur trekking menuju Puncak Harfat Jaya. Warga lokal biasa menyebutnya dengan Dapunlol.

Pemandangan gugusan pulau-pulau kecil dari atas puncak Harfat Jaya (doc : @ijutirawan)

Melalui #TiketKemanapun saya ingin kembali mengukir cerita yang tidak hanya seru, tapi juga tak terlupakan. Pada malam terakhir di Misool, saya ingin membuat pesta perpisahan kecil-kecilan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada warga setempat. Nantinya saya akan mengajak ibu-ibu setempat untuk membuat makanan khas sana, lalu menyuguhkannya sambil nonton bersama. Seperti yang kita tahu, tidak banyak hiburan yang ada di sana. Sinyal pun hanya dapat digunakan untuk telepon dan SMS saja. Harapannya, dengan hal kecil ini, saya dapat berbagi kebahagiaan dengan mereka.

Besok paginya (8/4) saya akan kembali ke Sorong bersama warga yang akan ke sana. Sekali lagi, jadwal kapal tidak ada yang cocok. Jadi saya harus kembali menumpang warga. Agenda terakhir, sama dengan traveler lain : berburu oleh-oleh! Tapi sebelum itu, saya akan pergi ke City View Hotel untuk check in. Akan sangat merepotkan jika harus berbelanja sambil membawa banyak barang. Kebetulan saya sudah memesan kamar hotel untuk satu malam melalui tiket.com bersamaan dengan pemesanan tiket pesawat. Sengaja memilih hotel ini karena letaknya cukup dekat dengan pusat kota, seperti pelabuhan kapal laut, pasar tradisional, pertokoan dan tentu saja bandara.

Ada beberapa pusat oleh-oleh di Sorong, tinggal menyesuaikan kantong saja. Kalau saya, lebih suka memborong oleh-oleh di Pasar Remu. Ini adalah pasar tradisional yang menyediakan berbagai keperluan termasuk oleh-oleh khas Papua, seperti gantungan kunci, gelang, kaos, kain batik dan juga noken (tas rajut khas Papua). Selanjutnya, malam terakhir di Papua akan saya habiskan dengan menikmati suasana malam hari di pinggir pantai bersama para sahabat yang sudah seperti saudara, yang saya kenal sewaktu penelitian di Papua. Bukan ajang aji mumpung ya. Hanya saja, dari mereka saya mendapat cukup pengetahuan seputar Raja Ampat meskipun belum pernah mengunjunginya. Lagipula, saya juga belum tahu kapan bisa berkunjung lagi ke Papua untuk sekedar sowan menemui mereka. Anggap saja ini bonus dari #TiketKemanapun untuk saya.



Comments