Mungkin kita akan bertemu banyak orang dalam setiap perjalanan, tapi hanya akan ada beberapa yang tersisa dalam kenangan.
| Walk around, capturing the moment! |
Barangkali
aku sangat menyukai kegiatan traveling dan volunteering. Barangkali banyak
orang yang iri karena aku bisa bebas melakukan hal yang dipilih. Barangkali
sebagian orang berharap dapat memiliki jalan yang kupilih, atau mungkin pernah
berpikiran nekad untuk resign dan mencoba jalan yang telah kulalui. Maka, kali
ini aku ingin memberitahu kalian sekali lagi. Jangan tergiur atas apa yang
kalian lihat. Yang nampak menyenangkan belum tentu kenyataannya demikian.
Lakukan yang terbaik dengan jalan yang kalian pilih. Jangan keluar jalur hanya
karena merasa jalan yang dipilih orang lain terlihat lebih menyenangkan.
Apa yang
menjadi pilihanku seringkali dianggap aneh oleh orang kebanyakan, tapi pada
akhirnya akan menjadi apa yang orang gemari. Namun, sekali lagi. Aku memilih
apapun tanpa campur tangan orang lain. Ini semua murni dari hasil diskusi antara
pikiran dan hati. Begitu pula ketika aku memiliki dua kegemaran yang sebenarnya
bertolakbelakang. Dengan segala kemampuan yang kumiliki, aku menggabungkan
keduanya menjadi sesuatu yang bermakna. Tentu dengan porsi yang sesuai dengan
situasi dan kondisi.
Aku cukup
sering mengikuti kegiatan volunteering. Entah sudah berapa kali. Hanya kegiatan
yang cukup besar saja yang terpatri dalam otak ini. Iya, entah sejak kapan,
otakku seolah menghapus hal-hal yang tidak cukup baik untuk diingat. Cukup
kenangan baik saja yang terpatri. Dan ketika kegiatan volunteering aku lebih
fokus pada kegiatan. Itulah kenapa, traveling dalam kondisi ini hanya
sepersekian persen. Biasanya aku akan melakukan traveling pada saat-saat
tertentu. Bersama orang-orang tertentu. Seperti yang pernah kulakukan pada
akhir tahun 2015. Menjelang keberangkatanku ke Papua.
Saat itu
menjelang pergantian tahun. Berawal dari ajakan dua junior di organisasi
pecinta alam ketika SMA. Mereka yang sudah mengenalku cukup lama tentu paham,
aku tak bisa diam di suatu tempat. Mereka pun mengikuti bagaimana perjalananku
sampai detik ini. Dan kedua juniorku ini memintaku menemani mereka untuk rehat
sejenak. Mereka sama seperti kalian yang sedang bertahan hidup. Sama seperti
kalian yang kuliah sambil bekerja. Sama sepertiku. Sama-sama butuh waktu untuk
mengistirahatkan otak sejenak. Jogja
menjadi pilihan, karena mereka tau aku cukup hapal daerah ini meskipun tidak
menetap selama beberapa waktu.
Setelah
menentukan waktu yang tepat, berangkatlah kami ke Jogja. KAI selalu menjadi
pilihan yang tepat karena selain hemat, fasilitasnya juga sudah cukup oke.
Sesampainya di sana, sudah ada Mbak Ebni yang siap menampung kami. Ah ya, aku
lupa mengenalkan pada kalian. Dua juniorku ini bernama Mitha dan Lutfi.
Sejujurnya, dua orang ini cukup bertolakbelakang. Mitha sangat cerewet dan
riweh sedangkan Lutfi sedikit lebih pendiam. Sedikit ya, tolong digarisbawahi.
Tapi, soal belanja, mereka sangat klop. Dan ya ada Mbak Ebni, aku sudah
mengenalnya cukup lama. Sejak awal 2012. Dia sudah seperti kakakku sendiri.
Lain kali aku akan bercerita bagaimana kami bisa kenal dan sedekat sekarang.
| (kanan ke kiri) Lutfi, Mitha, Me, Mbak Ebni. |
Seperti
biasa, saat sedang melakukan apapun, aku pasti sudah menyusun itinerary. Aku
selalu begitu. Mempersiapkan segalanya secara detail. Sekalipun pada praktiknya
akan ada beberapa yang melenceng. Sama seperti waktu itu. Jika tidak salah
ingat, waktu itu aku mengagendakan untuk pergi ke Pantai Siung. Namun kami
justru pergi ke Pantai Timang. Berbekal petunjuk dari maps, pergilah kami
kesana. Yang tidak kami ketahui adalah akses menuju ke Pantai Timang tidak
semulus akses menuju Pantai Siung. Ada jalanan desa yang harus kami lewati
terlebih dahulu. Dan itu jaraknya cukup jauh. Jika tidak salah ingat mungkin
antara 2-3 km dengan kondisi jalanan yang terjal dan berbatu. Sepanjang jalan
mulut kami tidak hentinya komat kamit membaca shalawat. Karena jika tergelincir
kami bisa terperosok ke semak-semak. Bukan apa-apa, waktu itu kami membawa
motor sewaan. Puji syukur kami dapat melewati medan yang cukup ekstrim
tersebut. Pemandangan sekitar pun membuat kami tak hentinya berdecak kagum.
| Salah satu spot foto di Pantai Timang |
Spot
pemandangan Pantai Timang berada di ketinggian. Pantai ini terkenal karena
memiliki kereta gantung tradisional yang awalnya digunakan nelayan lokal untuk
menangkap udang. Siapa sangka jika pada akhirnya ini dapat menjadi daya tarik
wisatawan. Saat itu kami tidak menjajal wahana tersebut. Karena biayanya cukup
mahal, yaitu 300 ribu rupiah untuk satu orang. Bagi kami, nominal tersebut
dapat digunakan untuk pergi mengunjungi tempat lain. Dan benar saja, sepulang
dari Pantai Timang, kami langsung menuju Sadranan. Karena tidak afdol jika
pergi ke pantai tapi tidak menginjak pasirnya.
Aku selalu
suka menghabiskan waktu dengan beberapa orang saja. Sama seperti apa yang
kulakukan dengan mereka bertiga. Tentu saja hanya dengan orang-orang tertentu.
Orang-orang yang mengerti posisiku. Orang-orang yang tahu bagaimana aku
berjuang dalam setiap detik yang ada di hidupku. Sehingga mereka tidak asal
menyalahkan atas apa yang menjadi pilihanku. Dengan begitu, lebih terasa
healing time-nya. Ya, aku selalu menggunakan traveling untuk healing time.
Alasan yang mungkin tidak diketahui oleh banyak orang. Alasan yang baru
kuceritakan sekarang. Saat aku melakukan traveling, saat itulah aku sedang berada
di ujung kebimbangan atau mungkin, sedang berada di titik terendah. Itulah
kenapa aku butuh ruang untuk melakukan diskusi dengan hati dan pikiranku.
Barangkali
aku jarang berkeluh kesah di media sosial. Barangkali nampaknya aku bahagia
dengan kebebasan yang aku punya. Namun satu yang barangkali kalian lupa, aku
juga manusia biasa. Ada waktu-waktu tertentu yang kugunakan khusus untuk
merekam kenangan-kenangan terbaik. Kenangan yang akan kuingat saat aku
kehilangan arah. Kenangan yang akan membuatku menjadi lebih kuat untuk
menghadapi setiap masalah. Jika kalian berpikir aku menghamburkan banyak uang
untuk memenuhi kebutuhan ini, itu hak kalian. Karena yang sebenarnya adalah,
ini caraku untuk sembuh dari luka-luka di masa lalu. Ini caraku untuk memaafkan
semua orang yang pernah menyakitiku. Dengan menciptakan lebih banyak kenangan
indah, lagi dan lagi.
| Spreading tons of love for you. |
Dan cerita
kali ini khusus untuk adik Sukondus (ini panggilan sayangku untuk Mitha). Yang
hari ini bertambah usia, yang sehari sebelum keberangkatanku ke Sulawesi
meminta secara khusus kado sederhana ini. Guys, dia tidak meminta hal-hal yang
aneh. Dia hanya meminta kado berupa tulisan di blog-ku. Having such as this
person is really loveable. Aku bersyukur karena memiliki orang-orang terdekat
yang seperti ini. Yang memerhatikan tanpa banyak bicara. Aku pun berusaha untuk
menyanggupi apapun permintaan yang disampaikan dengan setulus hati. Tentu
sesuai dengan kapasitas diri ini.
Dear Sukondus,Aku gak akan minta banyak sama Allah. Aku cuma mau kamu bahagia dan sehat selalu. Dengan apapun yang jadi pilihanmu. Dan dengan siapapun yang kini menggenggam erat tanganmu. Kamu pasti masih inget kan apa yang kubilang waktu itu? Aku selalu ikut merasa bahagia, kalau kamu bahagia. Dek, barangkali aku belum bisa jadi Mbak yang baik. Aku gak ada di saat PLASMA lagi banyak masalah. Aku sibuk dengan kegiatanku di luar sana. Dan kamu sama yang lain yang ada disana. Terimakasih sudah berjuang sekeras tenaga, meskipun sampai sekarang PLASMA belum juga kembali berdiri tegak. Yang perlu kamu tahu adalah, semoga setiap cerita di hidupku bisa menguatkan hati dan pundakmu untuk menjalani hidup ini. You’ve doing great!
Comments
Post a Comment