Life won’t be easy. It will be difficult slowly as you grow up to be stronger each day.
Kita boleh sesekali
ingin menyerah pada situasi yang sedang dihadapi, tapi jangan benar-benar
menyerah. Karena hidup, adalah sebuah perjuangan yang dibagi dalam setiap babak.
Bertahanlah sesulit apapun hidup kalian. Jika sudah benar-benar tidak sanggup,
beristirahatlah sejenak. Jangan putus asa. Ingat ya, jangan pernah putus asa! Percayalah,
kalian tidak sedang berjuang sendirian.
Untuk kalian yang saat
ini sedang berada di titik terendah,
Untuk kalian yang sedang
tidak semangat menjalani hidup,
Untuk kalian mulai
merasa bosan dengan dunia perkuliahan,
Semoga cerita ini dapat
membangkitkan semangat kalian.
Di masa sekolahku dulu,
mengenyam pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus SMA adalah hal yang belum
menjadi prioritas di lingkungan sekitar. Para orang tua yang ada di kampungku
berpikir bahwa kuliah itu sia-sia karena menghabiskan uang untuk biaya. Kebanyakan
para tetangga lebih memilih untuk bekerja entah di pabrik atau semacamnya untuk
mendapatkan taraf hidup yang lebih baik. Terus seperti itu hingga saat ini. Itulah
kenapa saat aku mengajukan keinginan pada orang tuaku untuk melanjutkan studi
tidak ada respon. Biaya menjadi alasan. Padahal, kondisi ekonomi kami bahkan
lebih baik daripada saat ini.
Tapi, aku adalah tipikal
keras kepala. Aku tidak ingin menghabiskan hidupku dengan bekerja di pabrik
seperti tetanggaku pada umumnya. Itulah kenapa, aku memberanikan diri untuk
berangkat ke Jogja. Sebenarnya, aku tetap bisa mengikuti SNMPTN di Surabaya.
Tapi aku ingin mengikuti tes di universitas yang kuimpikan. Jadi setelah selesai
mengurus pendaftaran SNMPTN, aku pun berangkat ke sana menggunakan kereta.
Karena tidak ada restu, maka tidak ada uang saku. Semua biaya menggunakan
tabungan dari sisa uang saku.
Saat itu usiaku masih 18
tahun. Harga tiket Logawa bahkan tidak ada 40 ribu. Beruntung, aku memiliki
seorang sahabat bernama Kiswa. Dia yang membantuku selama berada di Jogja. Kala
itu, kami menyewa kos untuk sebulan seharga 200 ribu untuk orang. Kadang, jika
aku melewati daerah tersebut, aku akan tersenyum mengingat masa-masa itu.
| Setiap hal yang terjadi di hidupmu akan menjadikanmu orang yang lebih bijak. |
Konservasi Sumber Daya
Alam UGM adalah jurusan impianku. Karena selama SMA aku aktif di bidang
tersebut. Tapi, pada kenyataannya Tuhan belum merestui. Rasanya semua usahaku
sia-sia kala itu. Merasa frustasi, seolah Tuhan tidak adil. Itu adalah tahun
suram bagiku. Karena banyak problematika hidup yang harus dihadapi. Namun,
perlahan aku bangkit. Mencari kesibukan melalui pekerjaan tentunya dapat membantu
mengalihkan perhatian.
Pekerjaan pertama ketika
lulus SMA adalah menjadi penjual kartu perdana. Sayangnya, aku ditipu. Tidak
ada bayaran yang kudapat sesuai kesepakatan awal. Kecewa jelas. Alhasil aku
mencari pekerjaan lain dan mendapat tawaran menjadi karyawan di sebuah toko
baju. Dengan jam kerja selama 12 jam dan libur 2x selama satu bulan (jika aku
tidak salah ingat) gaji yang kuterima sebesar Rp 500.000,-. Aku resign di bulan kedua.
Setelah itu, aku sempat
bekerja di tiga tempat, sebagai staf administrasi dan buruh pabrik. Sebelum
akhirnya ibuku menawarkan untuk kuliah di seputaran Surabaya saja. Namun, ibuku
menjabarkan, aku harus kuliah sambil bekerja, karena beliau tidak akan
membiayai. Saat itu aku mengiyakan. Aku berpikir, tidak ada salahnya
membahagiakan orang tua dengan mengikuti sarannya. Sekalipun jurusan yang
kuinginkan tidak ada. Sekalipun suka menulis, tapi aku tidak benar-benar ingin
masuk di jurusan Sastra Inggris. Karena aku orang lapangan. Aku lebih suka
melakukan penelitian dan pengamatan daripada harus menganalisis berbagai
bacaan. Tapi, pada kenyataannya kebiasaan menganalisis tersebut membuatku lebih bijak dalam menilai sesuatu.
Lanjut lagi. Usai melaksanakan
orientasi, aku mulai mencari pekerjaan yang sekiranya bisa dicocokkan jam
kerjanya dengan jadwal perkuliahan. Sayangnya, jadwal kuliah di universitas
negeri cukup padat. Baik tugas kelompok maupun individu. Jam kuliahnya pun
tidak tetap, kadang berganti-ganti. Akhirnya aku kerja apa? Banyak. Gonta
ganti. Mulai dari guru les yang dibayar tiap sekali datang. Karyawan di kedai
makanan. Lalu, pernah juga jadi Tour
Leader sebelum aku berangkat ke daerah Timur untuk pertama kali. Ah ya,
pernah juga jualan nasi kotak bareng temen sekelas. Jadi admin penjualan juga.
Bahkan ketika jadi surveyor pajak, aku masih berstatus mahasiswa. Lantas kenapa
aku memilih untuk tidak menyelesaikan studi? Keluar di tahun terakhir? Apakah
aku menyerah?
Sebenarnya aku tidak
menyerah. Saat itu kurikulum jurusan diganti beberapa kali. Sedangkan masih ada mata
kuliah dasar yang harus kuambil sesuai kurikulum pada saat aku masuk. Saat itu
pekerjaanku di luar kota, jadi aku tidak bisa bolak balik ke kampus. Namun,
negosiasi tidak berjalan lancar. Tiga semester terbayar lunas, tapi tanpa nilai
di KHS. Itulah kenapa aku memilih untuk mengakhiri studi. Selain karena tidak
ada perpanjangan semester meskipun aku pernah cuti, ada alasan yang tidak dapat
kujabarkan. Lantas bagaimana hidupku setelah itu?
Cemooh, hujatan serta
pernyataan kecewa menghujaniku dari berbagai pihak. Dan yang lebih menyakitkan
adalah dari pihak keluarga. Rasanya duniaku runtuh. Keputusan yang kuambil
tidaklah mudah. Tapi entah kenapa, orang-orang begitu mudah untuk mencela. Usai
insiden tersebut, aku kembali mencoba mencari pekerjaan. Kupikir akan cukup
mudah, karena aku memiliki pengalaman, baik di dunia kerja maupun organisasi.
Sayangnya, ternyata di era milenial pengalaman bukanlah patokan utama. Hal yang
pertama dilihat adalah tingkat pendidikan, kedua koneksi. Padahal, jika
sekiranya ingin dites secara langsung, aku yakin kemampuanku tidak akan kalah
dengan mereka yang memiliki gelar di balik nama. Aku terbiasa belajar apa yang
kutekuni secara serius dan mandiri. Bahkan, di saat teman-temanku tidak lagi
mengasah kemampuan bahasa asing, aku tetap mempelajarinya. Lantas, kalian
mungkin akan bertanya-tanya seperti ini, “Temanku banyak di mana-mana, dengan
berbagai background pekerjaan. Kenapa tidak ‘minta tolong’ mereka saja?”
Aku bukan tipe orang
yang demikian. Aku tidak ingin memanfaatkan ‘posisi’ mereka. Biasanya, aku
hanya akan bertanya seputar lowongan pekerjaan yang tersedia. Bukan meminta
pertolongan untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Teman-temanku adalah aset berharga.
Bagian dari kenangan terbaik yang pernah kumiliki. Itulah alasan aku tidak ingin
memanfaatkan mereka. Alasan-alasan tersebut yang akhirnya membuatku memilih
untuk menjadi pekerja lepas, terjun di dunia online shop, juga mengasah kemampuan bahasa Inggris dan Korea. Sembari menunggu rencana Tuhan selanjutnya. Mungkin
penghasilan yang kuterima tidak sebanyak teman-temanku pada umumnya. Mungkin
juga dalam beberapa bulan aku tidak akan mendapatkan project. Tapi, satu hal
yang perlu kalian ketahui. Aku tidak akan pernah menyerah untuk menjalani hidup
ini. Seperti apapun sulitnya.
Aku ingin memperjuangkan
hidupku sampai tiba di titik dimana aku memang harus berhenti. Dengan sederet
lika liku hidup tersebut, apakah aku pernah menyesali pilihan yang telah
dipilih? Ada masa yang pernah kujadikan penyesalan seumur hidup, tapi ketika
aku menarik benang merah hingga apa yang terjadi di masa kini, pada
kenyataannya tidak ada yang patut disesali. Karena satu pilihan akan berkaitan
dengan pilihan lainnya. Aku di masa kini adalah aku yang berbeda di masa lalu. Aku
tumbuh menjadi lebih bijak dari kesalahan di masa lalu. Kekecewaan,
pengkhianatan, ujian. Kini, aku lebih bisa memahami kondisi orang lain.
Sekalipun mungkin orang lain tidak menunjukkan sikap yang sama.
Sebagai penutup, aku mungkin tidak terlihat cukup bekerja keras. Karena aku bukan seperti orang lain yang memilih untuk bekerja apa saja asal halal. Tapi, sejak lulus SMA aku sudah menanggung biaya hidupku sendiri. Orang tuaku mungkin akan memberikan sesekali (setahun sekali) dengan jumlah yang tentu tidak sebanyak biaya kos bulanan kalian. Tapi, sekali lagi, aku menikmati apapun yang Tuhan berikan. Sakit, senang, bahagia, luka. Semuanya. Karena seperti itulah seharusnya.
| Jika sedih menangislah, tapi jangan lupa untuk tersenyum kembali ^^ |
Jadi, bagaimana setelah membaca kisahku ini? Apakah semangat kalian sudah sedikit kembali?
Sebagai penutup, aku punya kutipan dari Oprah Winfrey yang kuambil dari bukunya berjudul "The Wisdom of Sundays".
There is not one experience, no matter how devastating, no matter how torturous it may appear to have been, there is nothing that's ever wasted. Everything that is happening to you is being drawn into your life as a means to help you evolve into who you were really meant to be here on Earth. It's not the thing that matters, it's what that thing opens within you.
"Tidak ada satupun pengalaman, tidak peduli seberapa dahsyatnya, tidak peduli seberapa menyakitkannya ketika itu bermunculan, tidak pernah ada yang sia-sia. Setiap hal yang terjadi padamu telah tergambar dalam hidupmu memiliki sebuah arti yang akan membantumu berkembang menjadikanmu memahami arti kehadiranmu di bumi. Tidak peduli bagaimanapun jalannya, ini akan menunjukkan siapa dirimu."
Comments
Post a Comment